Bahasa Iklan

Lampung Post, 7 Sep 2011. Fadhilatun Hayatunnufus, Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Ilustrasi: 123RF

Bahasa iklan bersifat persuasif, selalu berusaha menggugah emosi pembaca atau pendengar. Tujuannya agar yang menjadi sasaran iklan (konsumen) melakukan sesuatu atau bertindak sesuai dengan amanat iklan tersebut. Oleh karena itu, dalam bahasa iklan, kata-kata yang digunakan dalam bentuk rayuan, anjuran atau ajakan yang dapat menimbulkan rasa penasaran. Kemasan produknya dibuat menarik dan ditempatkan secara tepat, niscaya iklan itu akan berhasil memengaruhi pembaca atau pendengarnya.

Terkadang bahasa iklan yang digunakan tidak bernalar atau tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Cobalah Anda simak bahasa iklan di televisi, media cetak, dan sebagainya. Dalam iklan di televisi saya pernah mendengar kalimat yang dikatakan oleh model iklan sebuah produk obat tetes mata. Model tersebut mengatakan “Mata merah hilang seketika”, dengan kata-kata itu saya berpikir masa sih gara-gara memakai obat tetes mata kemudian mata yang berwarna merah bisa hilang, berarti nanti tidak bisa melihat lagi karena matanya hilang dan pasti tidak ada konsumen yang membeli produk obat tersebut. Akan tetapi, jika yang dimaksudkan iklan tersebut adalah sakit mata sembuh dengan cepat atau sakit mata hilang seketika, kalimat iklan seharusnya diubah menjadi: “Sakit mata hilang seketika”.

Ada juga iklan produk detergen yang menawarkan kemudahan pada saat konsumennya mencuci pakaian. Si model iklan tersebut menyatakan produknya bisa mencuci sendiri. Wah, kalau diterjen tersebut bisa mencuci sendiri, asyik dong, berarti konsumen tidak perlu mencuci lagi karena kegiatan cuci-mencuci dilakukan oleh detergen tersebut. Ada juga iklan produk susu yang menggunakan kalimat “Saya anak x (produk susu yang diiklankan), begitupun dengan anakku”.

Kalimat tersebut tidak bernalar karena tidak mungkin susu mempunyai anak. Seharusnya kalimat iklan itu diubah menjadi “Saya minum susu x, begitupun dengan anakku” sehingga iklan tersebut menjadi lebih jelas dan bernalar.

Dahulu juga pernah ada iklan minyak kayu putih yang menggunakan kalimat “Buat anak kok coba-coba”. Kalimat tersebut menimbulkan tafsiran ganda (ambigu) bagi orang yang membaca atau mendengarnya.Yang pertama orang bisa menafsirkan “buat” dalam arti membuat sesuatu dan yang kedua artinya untuk. Dari kalimat iklan tersebut sudah jelas bahwa “buat” yang dimaksud yaitu untuk, tidak mungkin “buat” yang dimaksud yaitu membuat sesuatu. Perlu diketahui bahwa setiap pemakaian bahasa harus dilihat juga konteksnya, maka tidak akan terjadi kesalahpahaman di antara pemakai bahasa.

Iklan itu beraneka ragam jenisnya. Hampir setiap kebutuhan barang dan jasa masyarakat diiklankan di media cetak ataupun elektronik. Pemakaian bahasa iklan dalam bentuk-bentuk yang terkesan janggal dan tidak bernalar seperti dalam contoh kalimat-kalimat iklan di atas perlu diperbaiki. Akan tetapi, kita mungkin menerimanya sepanjang penggunaan kalimat iklan tersebut bisa dipahami oleh masyarakat. Benar tidak?

9 tanggapan untuk “Bahasa Iklan

  1. saya memahami contoh-contoh yang dikasih penulis sebagai tidak bernalar, tapi bukan berarti tidak menggunakan bahasa Indonesia yang benar.

    Contoh “Mata merah hilang seketika” saya pahami sebagai Pars pro toto, yakni Totum pro parte, yakni pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.

    Contoh bisa mencuci sendiri saya pahami sebagai Personifikasi, yakni pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia. Begitu pun contoh: “Saya anak x (produk susu yang diiklankan), begitupun dengan anakku”.

    Ketiga contoh di atas adalah ungkapan majas yang lebih mementingkan menggugah emosi ketimbang menggugah nalar. Bahkan jika dipaksakan harus sesuai nalar, contoh-contoh di atas akan kehilangan fungsi yang ingin dicapai penutur.

    Penulis sepertinya berpandangan bahwa bahasa iklan harus seperti sebuah tugas kuliah yang menghindari bahasa ambigu dan majas. Peraturan seperti ini saya kira tidak mendasar.

    1. wah2,,bung Hilal A. sepertinya salah seorang pmbuat iklan y..
      (hhe..bcanda bung)

      menurut saya fenomena yang disampaikan penulis cukup menarik untuk dikaji lebih dalam lagi guna perkembangan ilmu linguistik..
      fenomena-fenomena bahasa seperti itu memang tidak bisa dilihat betul atau salahnya, tetapi cukup disikapi dengan bijaksana bahwa fenomena tersebut memang sedang terjadi dalam masyarakat pada zaman sekarang..

    1. orang menggunakan bahsa sesuai dengan keperluannya. begitupun dengan iklan. itulah seni berbahasa. hanya saja trkadang bhasa iklan sering membuat masyarakat keliru. jadi jangan trlalu trprofokasi dg bhasa iklan. beli sesuai dengan kperluan saja. spya devisa negara bisa meningkat

Tinggalkan Balasan ke Leo D. Rayleigh Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.