Disewa Helena

Sori Siregar*, KOMPAS, 23 Agu 2014

HELENA boleh membeli, menjual, atau menyewa apa saja. Tidak akan ada yang melarang, kecuali ia menyewa seseorang yang berdarah dingin untuk membunuh pacarnya.

Bagaimana jika nama Helena digunakan sebuah biro iklan atau bagian pemasaran sebuah real estat untuk kepentingan komersial? Misalnya, untuk memasarkan produk atau rumah di kawasan real estat itu. Mungkin Helena tidak akan keberatan, apalagi jika ia dibayar dengan segepok uang agar pundi-pundinya lebih menggelembung. Barangkali, ia juga tidak akan keberatan, bahkan mungkin bangga, kalau namanya disebut lagi sebagai penyewa atau pembeli sebuah rumah di kompleks real estat itu. Benarkah demikian?

Sebuah iklan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, berbunyi begini: ”Disewa Helena”. Membaca tulisan seperti ini, apakah Anda merasa Helena akan dibayar mahal karena namanya ditulis dengan huruf besar dan tebal di papan iklan itu? Mudah-mudahan tidak karena Anda melihat nomor telepon di bawah nama Helena itu.

Saya berani memastikan bahwa Helena memang akan dibayar, tetapi bukan karena namanya itu. Sebagai agen atau anggota staf bagian pemasaran sebuah real estat atau perusahaan apa pun, ia diharapkan dapat membujuk pembeli jika ada orang yang menghubunginya karena namanya terpampang di sana. Artinya, kalau ada orang atau calon pembeli yang menghubunginya melalui nomor telepon itu, dan memutuskan membeli produk yang ditawarkan Helena, tentulah perempuan ini mendapat komisi atau honorarium karena berhasil melaksanakan tugasnya dengan menggaet pembeli.

Kalau tujuannya bukan itu, siapa peduli apakah sesuatu, bisa bangunan dan boleh apa saja, disewa Helena atau disewa Judin, Yakub, atau Faisal. Tidak ada, kan?

Sebuah iklan lain di Jakarta Barat juga menggunakan pola yang sama. Dengan aksara besar dan tebal sebuah papan iklan menulis, ”Dijual Yudi”. Di bawahnya tertulis tiga nomor telepon. Seperti halnya ukuran iklan Helena, papan iklan Yudi pun tampaknya tidak dapat menampung huruf lebih banyak sehingga untuk menuliskan ” Hub” (maksudnya hubungi) tidak tersedia ruang yang cukup.

Membaca iklan, khususnya iklan baris, tampaknya memerlukan penafsiran. Tidak serta-merta dapat diberi makna seperti yang tertulis. Hal yang sama juga berlaku untuk pesan-pesan singkat yang dikirimkan melalui telepon seluler.

Terkadang saya tidak dapat memahami beberapa kata dalam pesan singkat yang saya terima walaupun telah membacanya berkali-kali. Itu pulalah sebabnya setiap kali menulis pesan singkat, saya tetap taat asas, yaitu menulis lengkap dengan huruf besar pada tempatnya, begitu juga titik, koma, titik koma. Yang sering saya abaikan hanyalah alineanya. Maksud saya agar penerima pesan singkat tidak salah paham.

Apa komentar Anda jika membaca sebuah iklan baris tertulis seperti ini?

”JlRmhLux (2Lt)+BuatKost.L=237/B=300,Perum Jakal,SHM,lok UGM, aman(24jm),8kt/3km,
buatKost+rmh Tggl(08122967376)Bu(Nego)1,5M ada Epresial Bank(Jamin Tidak Mahal)TP”
(Kompas, Sabtu, 7 Juni 2014, halaman 50).

Dapatkah sekali baca Anda memahami makna iklan baris itu? Saya yang tidak pernah membeli sesuatu karena iklan, repot membacanya, terutama ketika menuliskannya dalam paparan ini. Saya perlu membacanya minimal tiga kali untuk memahami maknanya. Semoga Anda tidak seperti saya.

*) Peminat Bahasa

Satu tanggapan untuk “Disewa Helena

  1. Saya dapat memahami isi dan maksud iklan baris tsb, meskipun belum pernah beli apa pun. Saya dpt memahamuinya karena pola kalimat iklan di koran tsb sdh didasari pedoman yg dibuatksn oleh pengelolanya/redaktur, makanya konsisten. Hal ini biasanya tdk jadi masalah bagi peminat/calon pembeli. Mungkinn hal ini bukan masalah kebahasaan yg serius. Biasanya calon pemasang iklan baris dibuatkan/dipandu penyusunan redaksinya untk tarif bayarnya.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.