Makan Kapal Selam

Samsudin Adlawi*, Majalah Tempo, 23 Jan 2017

Mengikuti wisata kuliner Sapardi Djoko Damono sungguh mengasyikkan, walau wisata itu hanya dalam tulisan di rubrik Bahasa! majalah Tempo edisi 26 September-2 Oktober 2016. Saya sangat menikmati tulisan tersebut dan ikut merasakan yang dirasakan sastrawan itu.

Di tangan kreatif Sapardi, hal sepele berubah menjadi menarik. Deretan nama warung di pinggir jalan yang dilaluinya menjadi tujuan wisata kuliner dan wisata bahasa bagi guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu. Dia tampak rileks. “Wisata kita tidak harus berujung pada kenikmatan menyantap makanan, tapi sekadar pada kenikmatan membaca nama-nama warung,” ujarnya.

Pengalaman wisata kuliner penjaga puisi lirik itu sangat menginspirasi saya, terutama seputar fenomena penamaan warung berdasarkan asal kota atau daerah dan kondisi fisik penjualnya. Saya menyimpulkan pemilik warung atau rumah makan kini mulai kreatif. Mereka sadar brand. Menurut teori komunikasi bisnis, brand yang unik akan menimbulkan kesan. Selanjutnya, kesan yang mendalam akan menancap di otak selamanya.

Itu sebabnya tidak ada “Bakso Solo” di Solo, atau “Soto Lamongan’’ tidak populer di Lamongan. Para pemilik warung sadar, kalau mereka membuka usaha “Bakso Solo” di Solo atau “Soto Lamongan” di Lamongan, itu sama halnya dengan menggarami air laut. Penamaan “Bebek Rasa Ayam Kampung” dalam menu sebuah warung di Depok yang menjadi pertanyaan Sapardi Djoko Damono juga buah dari kreativitas branding. Diferensiasi merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah produk. Demi sebuah diferensiasi, penamaan sebuah produk tidak harus didasari akal atau sistem tertentu.

Yang menarik, kreativitas seperti itu sebenarnya bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia memiliki kesadaran membuat nama penganan yang unik. Saya berupaya menjumuti nama-nama unik kuliner Indonesia. Hasilnya cukup mencengangkan. Orang Indonesia telah menciptakan nama-nama kuliner yang unik, dari penganan kegemaran anak-anak hingga makanan orang dewasa. Siswa sekolah dasar sejak dulu sampai sekarang suka membeli molen di kantin atau di depan gerbang sekolah. Dalam kamus pekerja proyek, yang namanya “molen” adalah alat berat, pengaduk campuran semen dan pasir yang digunakan untuk mengecor bangunan. Bentuknya bulat besar. Operasinya digerakkan oleh mesin generator. Anak-anak juga suka sekali makan permen endhok cecak. Banyak anak juga terbiasa mengunyah permen karet. Sebagian yang lain malah ketagihan makan kacang atom. Satu lagi jajanan kesukaan anak-anak: putri salju. Telur cicak, permen karet, kacang atom, dan putri salju mereka makan.

Makanan orang dewasa yang tercatat dengan nama unik adalah tong seng dan sego kucing. Orang Semarang terbiasa menikmati ganjel rel, yaitu sejenis kue yang hanya terkesan sangat keras pada namanya tapi berwujud roti beraroma kayu manis. Orang Palembang tidak mau kalah mempunyai pempek kapal selam. Konon, disebut kapal selam karena pempek itu berukuran besar dan saat digoreng bentuknya mirip kapal selam. Orang Jawa dan Bali terbiasa menikmati sayur paku. Sayuran yang bernama Latin Diplazium esculentum ini sangat lezat ketika dimasak oseng-oseng.

Jika ke Yogyakarta, sebaiknya Anda mampir ke Oseng-oseng Mercon Bu Narti. Dijamin mulut Anda akan “meledak” tak kuasa menahan pedasnya. Lezatnya daging sapi, kikil, gajih, kulit, dan tulang muda langsung menguap karena terbakar pedasnya cabai rawit yang menjadi bumbu utama oseng-oseng mercon. Jenis kuliner berhulu ledak juga mengenal menu bakso granat dan bakso rudal, yang sangat nendang lidah.

Untuk menarik pembeli, para pemilik warung juga tak segan mengimpor brand dari dunia gaib. Tepatnya: dunia setan. Kita pun menjumpai nama warung Rawon Setan di Jalan Embong Malang, Surabaya. Penggemar mi yang pedasnya seperti “ditempeleng setan” bisa datang ke Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Silakan mampir ke warung Mie Setan. Setan tidak hanya merambah jenis kuliner tradisional Indonesia. Makanan modern luar negeri pun dirambahnya. Maka, saat kelaparan di Jakarta, Surabaya, dan beberapa kota lain, kita bisa mampir ke kedai Burger Setan. Penggemar sambal perlu pula mencicipi menu Sambel Setan yang juga sudah buka di beberapa kota besar.

Apa pun motivasinya, penamaan makanan dan jajanan menggunakan istilah aneh dan unik itu merupakan kecerdasan berbahasa. Kita patut menikmati keasyikan nama-nama unik kuliner Indonesia ciptaan para pedagang makanan itu. Sepatutnya ahli bahasa mengapresiasi kreativitas bahasa itu dan pada suatu saat membakukannya ke dalam kamus.

* Wartawan Jawa Pos

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.