Pikiran Rakyat, 28 Jan 2011. Imam Jahrudin Priyanto: Redaktur Bahasa Pikiran Rakyat.
SEBAGAI pencinta bahasa, khususnya bahasa Indonesia, saya sering tersenyum bila membaca tulisan yang aneh-aneh, termasuk saat berkendaraan. Namun, di sisi lain, kadang-kadang muncul juga perasaan prihatin, mengapa sebagian dari kita masih juga salah menulis bahasa sendiri. Apalagi di ruang publik.
Ada pengumuman di jembatan penyeberangan jalan tol yang berbunyi ”Mohon Maaf Perjalanan Terganggu, Ada Pek. Perkerasan Jalan”. Hal yang menarik perhatian adalah klausa terakhir, khususnya frasa Pek. Perkerasan yang mungkin merupakan penyingkatan dari pekerjaan perkerasan. Yang luar biasa, kedua kata ini keliru, terutama bila dikaitkan dengan makna yang ingin ditampilkan oleh instansi yang memasang pengumuman tersebut. Kata pekerjaan dalam konteks itu sudah pasti rancu karena seharusnya pengerjaan. Sekarang bagaimana dengan kata perkerasan? Tentu saja kata ini juga keliru karena pasti didahului kata berkeras (perihal sifat berkeras). Apakah jalan punya sikap berkeras (atau bersikeras) seperti manusia? Ah ada-ada saja. Lalu, kata apa yang tepat? Jawabnya, pengerasan. Kata bentukan ini pasti didahului kata mengeraskan, dan tentu saja frasa mengeraskan jalan itu sangat logis.
Baca lebih lanjut →
-6.235545
106.789656