Rumah

Majalah Tempo 4 Jan 2010. Agus R. Sarjono. Sastrawan, Redaktur Majalah Sastra Horison.

Bahasa Inggris tidak mengenal kata kita dan kami. Untuk keduanya, digunakan kata we. Jadi, saat digunakan kurang begitu jelas apakah we itu bermakna kita atau kami. Bahasa Indonesia membedakan dengan jelas antara kami dan kita.

Kami mengandaikan hubungan rivalitas—bahkan perseteruan yang kerap ditentukan oleh kalah dan menang. Di hadapan lawan, para pemain PSSI mungkin akan berkata: ”Kami pasti menang!” (mengalahkanmu). Sementara itu, kita mengandaikan jenis hubungan yang intim, hangat, dan setara. Dalam pemilihan ketua, misalnya, para kandidat akan berkata: ”Kalah-menang bukan masalah, yang penting kita bangun PSSI agar kuat dan jaya!” (tak ingin saling mengalahkan). Jika kemudian dalam pemilihan pengurus ”sang kita” berjuang habis-habisan sampai tak bisa tidur tenang kalau tak menang, dan dalam pertandingan sang kami tenteram damai meski terus-menerus kalah, itu tentu soal lain lagi. Intinya, jika menyebut kita, orang-orang yang diajak bicara termasuk di dalamnya. Adapun saat menyebut kami, orang yang diajak bicara dikeluarkan dari dalamnya.

Jelas soal kita dan kami bukan masalah sepele. Kalau tidak penting, tak mungkin Fuad Hassan, sang mantan Mendikbud, sampai menulis disertasi khusus mengenai urusan ini dengan judul ”Kita and Kami: An Analysis of Two Basic Modes of Togetherness”. Dalam disertasinya, dia menyimpulkan bahwa basis mengada yang mengkita akan membuat manusia segar bugar secara psikologis; sedang basis mengada yang meng-kami bakal membuat seseorang terjerumus ke jurang neurosis.

Karena bahasa Inggris hanya punya kata we, sedang bahasa Indonesia dengan keren membedakannya menjadi kita dan kami, jelaslah kosakata bahasa Indonesia lebih taksa dan kaya dibanding bahasa Inggris. Saya sudah bersiap-siap menepuk dada jika saja tidak keburu berhadapan dengan kata rumah. Kini, selamatlah dada saya yang tipis itu dari tepukan-tepukan yang tidak perlu.

Tidak mau kalah oleh kita dan kami dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris pun memiliki dua kata bagi rumah. Rumah, dalam bahasa Inggris dibedakan secara taksa dengan dua kata: house dan home. Ada penjelasan ilmiah dan tak ilmiah mengenai beda keduanya. Kita mulai dengan yang tak ilmiah. Ada pepatah lama Inggris yang berbunyi: hands build a house, hearts build a home. Pepatah ini agak sulit diterjemahkan karena untuk kata house ataupun home, bahasa Indonesia hanya punya satu kata: rumah.

Penjelasan ilmiah sekurang kurangnya dapat diambil dari tulisan Kimberley Dovey, ”Home and Homelessness”, yang terdapat dalam buku Home Environments, editan Irwin Altman & Carol M. Werner. Menurut Dovey, house mengacu pada sebuah obyek, barang milik, atau ruang yang terukur dan dapat dihitung, sedangkan home menggambarkan suatu basis emosional dan hubungan yang penuh makna antara penghuni dan tempat huniannya.

House dengan demikian lebih merupakan rumah fisik, sedangkan home merupakan rumah batin. Edward Relph, penulis buku Place and Placelessness, mengatakan bahwa pengalaman geografis dan pengalaman mengada di dunia banyak berkaitan dengan rumah batin (home) dan bukan dengan rumah fisik (house). Menurut dia, home bukanlah sekadar house yang kita miliki dan tinggali melainkan merupakan pusat pemaknaan yang tak tergantikan. Rumah kerap juga dijadikan metafor bagi nasion.

Tulisan ini sepenuhnya soal bahasa, jadi tolong jangan dijadikan dalih untuk urusan yang tidak-tidak, misalnya bagi tindakan penggusuran. Tidak dianjurkan sama sekali bagi para penggusur untuk memperdalam isi buku-buku itu sebagai bahan pidato resmi menjelang penggusuran: ”Wahai kaum jelata yang tergusur, jangan cemas jangan sedih, bukan rumah fisik alias house yang penting, melainkan rumah batin, yakni home. Jadi, jika rumah kalian (house) kami ratakan dengan tanah, kalian bisa membangun seribu rumah (home) dengan dan/atau di dalam hati. Penggusuran… mulai!”

Tidak adanya pembedaan antara house dan home dalam bahasa Indonesia sebenarnya agak mengherankan mengingat segi batiniah merupakan hal penting dalam banyak budaya di Indonesia. Soekarno ataupun Soeharto, misalnya, kerap menyamakan rumah dengan nasion. Maka pembedaan atas rumah menjadi penting bagi kita.

Beberapa kemungkinan dapat dilakukan untuk membedakan house dengan home. Untuk kata house, misalnya, dapat digunakan kata rumah, sedang untuk konsep home digunakan kata merumah. Dengan pembedaan ini, menjadi jelas apakah seseorang sedang berurusan dengan house atau home yang masing-masing memerlukan penanganan berbeda. Kewajiban menyediakan rumah bagi rakyat Indonesia, misalnya, menjadi tanggung jawab Menteri Perumahan, sedang apakah warga berbagai daerah merasa merumah atau tidak sebagai nasion, tentu akan membutuhkan jawaban lain.

Satu tanggapan untuk “Rumah

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.