Acakadut

Uu Suhardi (Tempo, 9 Okt 2022)

Banyak keluhan, termasuk di media sosial, tentang bahasa media massa online atau daring kita. Ya, bahasa media online memang layak dikritik. Tahun lalu, saya menjadi juri penilaian penggunaan bahasa Indonesia di media massa daring. Namun, tentu saja tidak semua media massa daring dinilai. Jumlahnya di Indonesia lebih dari 40 ribu. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyeleksinya menjadi hanya 100 media. Seleksi itu didasari data dari Dewan Pers dan Asosiasi Media Siber Indonesia dengan kriteria antara lain sudah terverifikasi secara administrasi dan secara faktual serta berusia lebih dari tiga tahun.

Hasilnya? Sebagian besar media massa daring Indonesia berbahasa dengan buruk alias acakadut. Dari seratus media itu, hanya 16 yang bisa dibilang lumayan. Lumayan di sini dalam arti memperoleh nilai di atas 70, tetapi di bawah 80, dalam rentang penilaian 60–100. Semua media massa daring itu punya masalah yang hampir sama: soal kata mubazir, diksi atau pilihan kata, huruf kapital, tanda baca (khususnya koma), dan tentu saja—sebagai salah satu akibatnya—kalimat rancu. Salah tik, termasuk dalam judul, dan penulisan kata depan yang serangkai dengan kata yang mengikutinya bahkan seolah-olah menjadi hal yang wajar dalam media massa daring kita.

Saya kutipkan satu kalimat yang sangat panjang sebagai contoh tulisan yang sarat dengan masalah kebahasaan itu:

“Yamaha Mio M3 125 memiliki 4 (empat) pilihan warna, diantaranya warna Metallic Black merupakan perpaduan warna hitam dengan grafik dari kombinasi warna biru dan merah orange, Metallic Red merupakan perpaduan warna merah solid dengan grafik dari kombinasi warna hitam dengan warna biru dan orange ditambah aksen putih, kemudian warna Metallic Blue merupakan perpaduan warna biru dengan grafik dari kombinasi warna putih dengan warna orange dan hitam.”

Dari 16 media massa daring yang nilainya “lumayan” itu, sepuluh media diberi penghargaan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa karena memperoleh nilai tertinggi. Nama-namanya sudah diumumkan tahun lalu dalam acara puncak Bulan Bahasa.

Tahun ini, penilaian penggunaan bahasa Indonesia di media massa daring tidak diadakan karena Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa akan melakukannya secara berkala tiga atau empat tahun sekali. Bahasa media massa daring memang tidak akan banyak berubah dalam waktu setahun. Media yang meraih penghargaan sangat mungkin adalah media-media yang sama. Ketika saya menjadi juri penilaian penggunaan bahasa Indonesia di media massa cetak (yang tidak diadakan lagi sejak tahun lalu), ada setidaknya enam media yang selalu masuk sepuluh besar. Bahkan ada dua media massa yang tidak diikutsertakan dalam penilaian lima tahun terakhir karena masing-masing sudah tiga kali atau lebih berada di urutan pertama.

Kembali ke media massa daring. Kita tunggu dua atau tiga tahun lagi, masih adakah wartawan yang menulis seperti ini (dikutip dari dua di antara 100 media yang dinilai tahun lalu):

“Konsorsium ini memiliki empat tujuan, yakni Pengembangan spesifikasi teknis yang umum pada sistem baterai yang dapat ditukar, konfirmasi penggunaan secara umum sistem baterai, membuat dan mempromosikan, spesifikasi umum sebuah standar konsorsium yang berada dalam standarisasi badan Eropa dan Internasional lalu adanya ekspansi penggunaan spesifikasi umum Konsorsium hingga tahap Global.”

“Telkomsel menjalankan fungsinya sebagai society enabler, tetap mendampingi masyarakat di momen hari raya umat muslim ini dengan berupaya memastikan kelancaran berkomunikasi masyarakat serta kemudahan mengakses produk dan layanan digital terkini melalui penyediaan jaringan broadband untuk konektivitas yang andal dalam menghadirkan kenyamanan beraktivitas seperti beribadah dan bersilaturahmi dari rumah.”

Mereka seolah-olah menulis hanya untuk menyelesaikan tugas dan tak peduli tulisannya dibaca atau tidak. Toh, pembacanya pun tidak harus membayar—mungkin begitu yang ada di benak mereka. Ada juga semacam pembelaan bahwa media-media online mesti beradu cepat menyajikan berita. Dengan demikian, seakan-akan wartawan media massa daring boleh-boleh saja mengesampingkan akurasi, ejaan, dan logika bahasa.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.