”Amicus Curiae”

L. Wilardjo (Kompas, 30 Apr 2024)

Akhir-akhir ini amicus curiae menjadi istilah di bidang hukum yang sering kita dengar dan kita baca di media massa dan media sosial. Terjemahan istilah dalam bahasa Latin ini ialah sahabat pengadilan. Namun, ada juga— misalnya Butet Kartaredjasa—yang menyebutnya sahabat persidangan.

Di kamus, misalnya Reader’s Digest, amicus curiae diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi friend of the court, dan ditakrifkan sebagai ’one who advises or asked to advise a court upon a pending cause—atau case?—to which he is not a party’.

One bisa berarti ’seorang (baik pria maupun wanita) atau sekelompok orang’. Perseorangan/individu yang mengajukan dirinya menjadi amicus curiae dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 ialah Megawati Soekarnoputri (kontra pasangan capres-cawapres nomor urut 2) dan Arief Poyuono (pro pasangan capres-cawapres nomor urut 2).

Amicus curiae yang berupa kelompok (mahasiswa, guru besar, seniman, dan sebagainya) di pihak yang kontra pasangan calon nomor urut 2 cukup banyak.

Bagi orang awam—bukan ahli hukum—stipulasi to which he is not a party tidak jelas batasannya. Dalam sidang putusan MK atas PHPU 2024 pada Senin (22/4/2024), Hakim Ketua MK Suhartoyo menyebutkan nama Megawati di antara mereka yang diterima sebagai amicus curiae.

Dengan demikian, kedudukan beliau sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang notabene memutuskan Ganjar-Mahfud menjadi pasangan calon yang diusung PDI-P bersama dengan beberapa parpol lainnya, tidak menggugurkan haknya untuk menjadi sahabat pengadilan.

Curia terjemahannya ialah court. Curiae ialah bentuk jamak dari curia. Namun, dalam amicus curiae, infleksi yang mengubah curia menjadi curiae menunjukkan bahwa curiae adalah—atau berfungsi sebagai—nomina menyifat (adjectival noun).

Dalam bahasa Indonesia, istilah yang mana yang kita pakai? Pada hemat saya, amicus curiae dapat kita pakai tanpa transkripsi dan barang tentu juga tanpa transliterasi sebab kita juga memakai aksara Latin.

Lafaz bahasa Latin dan bahasa Indonesia tidak jauh berbeda, lagi pula istilah amicus curiae itu—dan banyak istilah, ungkapan, serta pepatah Latin lainnya—telah menjadi istilah internasional.

Aqua destillata juga kita comot tanpa perubahan meski sering kita ringkas menjadi aqua saja, atau kita terjemahkan menjadi air suling atau air paat. Begitu pula dengan cogito, ergo sum (aku berpikir, maka aku ada), primus interpares (yang pertama/utama di antara sesamanya yang setara), dan seterusnya.

Court sebagai terjemahan dari curia itu maksudnya court of law atau court of justice? Yang terang, court-nya bukan court dalam food court (gedung pujasera) atau dalam tennis court (lapangan tenis). Sebaiknya kita pilih court of justice saja vis-à-vis court of law. Maka, amicus curiae kita terjemahkan menjadi sahabat pengadilan.

Kalau ada dua terjemahan atau padanan untuk satu kata asing, dan sulit untuk menentukan yang mana yang benar, kita bersikap deskriptif saja. Kita terima saja kata yang ”hidup”—yang dipahami dan lazim dipakai—di masyarakat.

Kita ikuti saja apa yang ditentukan masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam hal kosakata—bukan tata bahasa!—bersikap deskriptif berarti menerima mayoritas pengguna bahasa Indonesia sebagai ”raja”.

Posthumus (Latin), misalnya, selama ini kita padankan dengan anumerta meskipun padanan bentuk penggabung—yang di KBBI disebut bentuk terikat—post ialah pasca. Komodor (Laut) Yos Sudarso, yang gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa dalam pertempuran di Laut Aru, diberi kenaikan pangkat istimewa menjadi laksamana muda (anumerta).

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.