Kita

Lampung Post, 13 Okt 2010. Agus Sri Danardana: Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau.

SECARA konseptual, mungkin hanya bahasa Indonesia yang memiliki dua kata ganti orang pertama jamak: kita dan kami. Sama-sama sebagai kata ganti orang pertama jamak, secara spesifik kita berbeda dengan kami. Kita melibatkan semua komunikan: “saya dan kamu”, sedangkan kami hanya melibatkan komunikatornya: “saya dkk. (jamak) dan minus kamu”.

Oleh karena itu, orang Indonesia yang sudah lama menunggu (check in) di bandara akan menjadi heran ketika mendengar pernyataan: We are a bit late dari salah satu awak pesawat dalam memaklumatkan keterlambatan terbangnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, “keunggulan” bahasa Indonesia itu terapresiasi secara beragam. Sebagian orang memperlakukannya secara sembarangan (mengacaukan pemakaian kita dan kami) karena ketidaktahuannya, sebagian lainnya justru memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

Celakanya, untuk membedakan mana yang sembarangan dan mana yang mengandung kepentingan tidak dapat dilakukan secara mudah. Yang dapat dilakukan secara mudah hanyalah menduga dengan melihat siapa yang berbicara/menulis. Risiko salah duga, dengan demikian, terbuka lebar karena kemampuan berbahasa Indonesia pembicara/penulis pun beragam. Artinya, asumsi bahwa orang yang berpendidikan/ berpengalaman memiliki peluang berkepentingan yang lebih tinggi daripada orang awam pun dengan mudah terbantahkan.

Perhatikan cuplikan dialog berikut ini. “Oleh sebagian orang, penangkapan Baasyir ini dianggap bermuatan politis. Bagaimana tanggapan Bapak?” tanya wartawan. Polisi pun menjawab, “Yang pasti kita sudah melakukan pemantauan atas sepak terjang tersangka sejak lama. Jadi, hal ini janganlah disangkut-sangkutkan dengan isu yang berkembang belakangan ini.”

Penggunaan kata kita oleh polisi pada dialog di atas jelas salah. Seharusnya polisi menggunakan kata kami, sebagai kata ganti orang pertama jamak: institusi kepolisian. Pertanyaannya sekarang adalah disengajakah penggunaan kata kita dalam dialog itu? Jika tidak disengaja, dialog itu tidak bermasalah (kecuali masalah kesalahan bahasa) karena dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan (kita dianggap sama dengan kami).

Akan tetapi, jika disengaja, dialog itu pasti bermasalah. Mengapa? Karena dengan digunakannya kata kita berarti dapat diasumsikan bahwa yang melakukan pemantauan sepak terjang tersangka (Baasyir) bukan hanya pembicara (polisi), melainkan juga yang diajak bicara (wartawan).

Masalah yang hakiki tidak terletak pada benar atau tidaknya wartawan turut serta dalam pemantauan sepak terjang tersangka (Baasyir), tetapi terletak pada motivasi penggunaan kata kita. Di satu sisi, kita memang terdengar/terasa nyaman di telinga/hati dan seolah-olah dapat digunakan sebagai upaya menghaluskan tindak berbahasa. Ia (dalam hal ini polisi) tidak hanya melibatkan kelompoknya, tetapi juga melibatkan orang yang di luar kelompoknya (dalam hal ini wartawan) dan bahkan semua orang.

Catatan: Baca sambungannya pada bagian kedua tulisan ini.

2 tanggapan untuk “Kita

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.