Hari Ibu Bukan Mother’s Day

Mariana Amiruddin*, Majalah Tempo, 21 Des 2015

Ilustrasi: Kongres Perempuan Indonesia I, 22 Desember 1928 (Mindtalk)

Setiap bulan Desember, terjadi pengulangan perdebatan apa yang disebut Hari Ibu atau Hari Perempuan. Kita perlu mengecek kembali konteks sejarah ataupun makna kata ibu. Sejarah mencatat bahwa Hari Ibu lahir dari peristiwa perjuangan kaum perempuan menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib perempuan yang dikeluarkan melalui Dekrit Presiden Sukarno pada 22 Desember 1959 untuk mengenang diselenggarakannya Kongres Perempuan pertama pada 1928 di Yogyakarta.

Peristiwa itu adalah salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pada tanggal tersebut, para pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap antara lain persatuan perempuan Nusantara, terlibatnya perempuan dalam perjuangan melawan penjajah, terlibatnya perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan kaum perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, serta pernikahan usia dini bagi perempuan.

Para perempuan pada tahun itu melakukan pemikiran kritis dan berbagai upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa. Dari paparan tersebut, tecermin misi diperingatinya Hari Ibu lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa. Dari situ pula tecermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang dan berbagai daerah untuk bersatu dan bekerja bersama.

Kata ibu barangkali telah merancukan pemaknaan Hari Ibu sebagai Mother’s Day, dan karena bukan menggunakan kata perempuan atau Hari Perempuan. Maka, ketika di negara lain orang memaknai Mother’s Day sebagai hari menyayangi ibu, sangat berbeda dengan Hari Ibu dalam konteks sejarah di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ibu memiliki makna majemuk, yaitu “ibu adalah perempuan yang telah melahirkan seseorang”; “ibu adalah sebutan untuk perempuan yang sudah bersuami”; “ibu adalah panggilan yang takzim kepada perempuan, baik yang sudah bersuami maupun yang belum”; “ibu adalah suatu bagian yang pokok (misalnya ibu jari, ibu kota)”.

Di Indonesia, kata ibu bukan semata-mata bermakna mother seperti dalam bahasa Inggris, melainkan juga bermakna madam atau mistress, atau bahkan panggilan umum perempuan, baik yang sudah menikah maupun yang belum. Atau, bila kita maknai sebaliknya, kata madam, mistress, dan mother akan diterjemahkan sebagai ibu. Bahasa Indonesia tidak menempatkan ibu secara khusus sebagai status perkawinan perempuan, kata yang khusus untuk memaknai hal tersebut ada pada kata panggilan nyonya atau nona. Sedangkan kata bunda atau ibunda berarti orang tua perempuan. Kata ibu lebih mengekspresikan kedewasaan yang dimiliki perempuan, yang membedakan dengan kata putri.

Kata putri memiliki makna tersendiri. Putri adalah anak perempuan raja; putri adalah anak perempuan, putri adalah sesuatu yang khusus seperti dalam olahraga “lompat tinggi putri”, dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, putri bukan dimaknai sebagai panggilan umum, sebaliknya ibu digunakan sebagai panggilan umum untuk perempuan. Kata perempuan itu sendiri bukanlah suatu kata panggilan, melainkan dimaknai untuk menandai jenis kelamin.

Sementara itu, pada laki-laki ada sebutan ayah, yang berbeda dengan panggilan bapak sebagai panggilan umum. Ayah adalah sebutan orang tua kandung laki-laki, atau panggilan kepada orang tua kandung laki-laki. Sedangkan istilah bapak memiliki ekspresi yang kurang-lebih setara dengan ibu, yaitu panggilan kepada laki-laki yang lebih tua daripada yang memanggil; orang yang menjadi pelindung (pemimpin, perintis jalan, dan sebagainya, yang banyak penganutnya).

Mengecek sejarah dan makna kata ibu mempertegas bahwa Hari Ibu bukanlah Mother’s Day, melainkan memiliki misi untuk memperingati peristiwa bagaimana para ibu dari berbagai organisasi dan daerah yang menghadiri Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta untuk menetapkan berbagai agenda kemerdekaan bangsa dan perbaikan kualitas hidup perempuan. Atas kerancuan istilah ibu tersebut, berbagai gerakan perempuan mencoba mengganti kata Hari Ibu menjadi Hari Perempuan Indonesia. Namun, bila kita konsisten pada sejarah dan makna ibu itu, sesungguhnya tidak ada yang salah dengan istilah ibu bila bukan dimaknai sebagai mother, karena memang untuk memperingati perjuangan perempuan Indonesia. Upaya mengubah makna ibu tersebut untuk membongkar ideologi state ibuism yang menjadi doktrin rezim Orde Baru yang sengaja menguburkan sejarah karakter perempuan Indonesia yang aktif, kritis, berorganisasi, memimpin, dan berpendapat. Orde Baru menempatkan perempuan dalam makna tunggal, yaitu sebagai ibu dalam arti mother. Warisan bahasa dan penguburan sejarah yang dimaknai Orde Baru inilah yang membuat masyarakat kita salah kaprah memaknai Hari Ibu.

* Komisioner Komnas Perempuan, Dewan Redaksi Jurnal Perempuan

2 tanggapan untuk “Hari Ibu Bukan Mother’s Day

  1. tanggal 21 Desember itu bukan hari ibu, hari ibu itu setiap hari. Kita berbakti kepada ibu dan ayah setiap hari, mengatakan ucapan terima kasih setiap hari dan mendoakannya setiap hari….Jangan sampai salah

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.