Libur

Bandung Mawardi (Kompas, 30 Jan 2024)

Pada 1929, W.R. Soepratman melalui novel berjudul Perawan Desa ikut mengisahkan masa lalu. Kita mengutip: ”Tapi sekarang waktoe vacantie … Sekolah-sekolah telah ditoetoep dan kebanjakan kanak-kanak tinggal di roemah sahadja. Di waktoe vacantie anak-anak sekolah ada jang melantjong ke desa-desa atau pegoenoengan oentoek menjehatkan toeboehnja, ada poela jang poelang ke negerinja oentoek mengoendjoengi ajah-boenda dan sanak saoedaranja”. Ia menggunakan latar Batavia. Kota menjadi sepi saat hari-hari libur.

Kita menuju masa 1950-an, membuka Kamus Saku Bahasa Indonesia (1952) susunan Reksosiswojo, St. M. Said, dan A. Sutan Pamuntjak. Di halaman 60, libur diartikan ’tidak bekerdja (bersekolah)’. Liburan itu pakansi atau vakansi. Libur mengingatkan bepergian atau melancong. Dulu, W.R. Soepratman belum terbiasa menggunakan diksi libur. Ia menulis dengan menggunakan bahasa asing: vacantie.

Kita belum mengetahui asal kata libur dan kehadiran dalam kamus-kamus. Di Kamoes Indonesia (1942), susunan E. St. Harahap, kita tak menemukan lema libur. Orang-orang pada masa 1940-an tentu memiliki hari istimewa, yang dianggap hari bukan untuk bekerja atau terbebas dari belajar di sekolah. Para pembuat kamus lupa mencantumkan libur atau kata itu memang belum lazim dalam bahasa Indonesia?

Pada 1958 terbit Kamus Sederhana Bahasa Indonesia susunan Bernawi, M. Mardjana, dan Makiddin Lubis. Pembaca tak menemukan lema libur. Kamus dibuat untuk digunakan para murid di Indonesia, tapi tiada libur. Kita mengira murid-murid mengerti libur tanpa kata itu harus masuk ke dalam kamus-kamus. Mereka tak mungkin setiap hari belajar dan melakukan kewajiban-kewajiban dalam kepentingan sekolah.

Kita memang tak harus menuntut semua kata masuk ke dalam kamus-kamus. Para pembuat kamus kadang lupa, dan memiliki pertimbangan khusus, berakibat mustahil semua kata masuk ke dalam kamus. Libur mungkin bukan kata terpenting untuk masuk kamus. Ketiadaan libur di dalam kamus-kamus membuat kita penasaran dengan masalah bekerja dan sekolah pada masa lalu.

Keinginan mengetahui libur terjawab saat membuka Logat Ketjil Bahasa Indonesia (1949) susunan W.J.S. Poerwadarminta. Libur mendapat arti ’tjuti; hari tempoh (tidak bekerdja, pakansi)’. Kita membaca kamus itu terpicu ragu. Libur belum gamblang berkaitan dengan murid dan sekolah.

Kita hampir putus asa untuk mengerti libur melalui beragam kamus lama. Kita gagal dalam memberi pemaknaan libur mengacu pada masa-masa berbeda. Keputusan terakhir tentu membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018).

Di halaman 984 kamus besar itu kita menemukan lema libur dengan arti ’bebas dari bekerja atau masuk sekolah’. Liburan berarti ’masa libur’ atau ’vakansi’. Berlibur diartikan ’mengalami libur’ atau ’pergi (bersenang-senang, bersantai-santai, dsb.) menghabiskan waktu libur’. Kita mulai mengerti bahwa libur tak masuk ke dalam semua kamus yang pernah terbit di Indonesia. Begitu.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.