Kesalahan “Daripada”

Lampung Post, 13 April 2011. Ninawati Syahrul: Pegawai Kantor Bahasa Provinsi Lampung

Para penutur bahasa Indonesia sudah sepatutnya dapat menggunakan kosakata yang dikuasainya dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan pembicaraan yang enak didengar. Sebaliknya, jika penggunaan kosakata tidak tepat, pembicaraan tidak mustahil membingungkan pendengar. Akibat pemilihan kata yang kurang tepat, kalimat menjadi samar-samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yang masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah penulisan kata, kata yang dipilihnya tidak termasuk kata baku.

Dalam hal inilah, pemilihan kata itu penting dilakukan dengan cermat agar kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pendengar dengan baik. Misalnya, sangat banyak penggunaan kata “daripada” yang bukan pada tempatnya. Sebaliknya, ungkapan yang harusnya menggunakan “daripada” diganti dengan kata lain. Mari kita lihat contoh kesalahan pemakaian kata “daripada” satu per satu.

Pada umumnya, kesalahan pemakaian kata “daripada” yaitu kata tersebut ditulis terpisah yaitu “dari pada”. Menurut Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan, kata itu harus ditulis serangkai.

Kesalahan lain, digunakannya kata perangkai “daripada” untuk menghubungkan predikat dengan objek kalimat. Contohnya, “saya tidak dapat menyetujui daripada pendapatnya”.

Dalam hal ini kesalahan itu terjadi karena tidak diperhatikannya ketentuan bahwa apabila suatu kalimat antara predikat dan objeknya tidak perlu ditambahkan kata perangkai. Dalam kalimat tersebut kata “daripada” tidak diperlukan. Jadi, yang betul ialah, “saya tidak dapat menyetujui pendapat itu”.

Kesalahan lainnya lagi, kata “daripada” sering digunakan untuk menyatakan milik. Contohnya, “amanat daripada kedua orang tuanya”. Dalam bahasa Indonesia, hubungan milik sudah cukup dinyatakan dengan menjajarkan kata yang menyatakan sesuatu yang dimiliki dengan kata yang menyatakan pemiliknya. Kata amanat dijajarkan dengan kedua orang tuanya menjadi amanat kedua orang tuanya. Kalimat tersebut sudah menyatakan bahwa amanat itu milik kedua orang tuanya. Jadi, dalam hubungannya dengan penandaan hubungan milik, kata “daripada” tidak diperlukan. Hubungan milik itu sudah cukup dinyatakan dalam jajaran kata, amanat kedua orang tuanya.

Pemakaian daripada tidak dilarang asalkan saja pemakaiannya harus tepat. Dalam bahasa Indonesia, kata “daripada” digunakan untuk menyatakan perbandingan. Misalnya, “nilai ekspor Indonesia pada tahun 2010 lebih besar daripada nilai ekspor tahun sebelumnya.” Selain perbandingan, ada fungsi “daripada” yang menyatakan pilihan: Contohnya, “lebih baik belajar daripada tidur.”

Kalau bukan menunjukkan makna perbandingan dan pilihan, penggunaan kata “daripada” tergolong pemakaian yang keliru.

Berkaitan dengan penjelasan di atas, saya rasa bentuk-bentuk kesalahan pemakaian kata “daripada” di atas adalah cermin kekurangsetiaan kita dalam berbahasa Indonesia. Nah, kembali pada kesalahan pemakaian kata “daripada” yang akhir-akhir ini sudah banyak digunakan, marilah kita segera meluruskannya.

13 tanggapan untuk “Kesalahan “Daripada”

  1. Penulis artikel ini sendiri juga kurang cermat.

    1. Alinea pertama dan kedua membahas pemakaian bahasa Indonesia dalam berbnicara (lisan). Tapi, alinea-alinea berikutnya membahas kesalahan penggunaan “daripada” dalam bahasa tulisan.

    2. Alinea pertama menyatakan bahwa penggunaan kosakata yang kurang tepat dapat menimbulkan kebingungan bagi pendengarnya. Tapi, pemberian contohnya dalam alinea-alinea di bawahnya, walau pun memang benar ada kesalahan penggunaan kata “daripada”, hal itu tidak membuat bingung pembaca (yang membaca kalimat contoh yang tidak benar itu). Maksud kalimatnya masih tidak berubah.

    3. Menggunakan bahasa dalam bahasa lisan sangat berbeda dengan menulis. Dalam menulis, banyak tersedia waktu untuk menyusun kalimat, termasuk memilih kosakata. Bila perlu, bisa disunting lagi.
    Tidak demikian halnya dalam berbahasa lisan. Misalnya, pembawa acara di televisi, atau pembawa acara dalam acara sehari-hari.

    4. Penulis artikel ini, yang sejatinya punya banyak waktu untuk menyunting, juga terbukti masih kurang cermat.

  2. Sebenarnya “daripada” acap disalahujarkan lebih pada ungkapan lisan ketimbang tulisan. Ini terjadi lantaran si penutur mencoba berbicara dengan sok lancar tanpa jeda agar terkesan tidak terbata-bata. Pada hakikatnya penyisipan “daripada” yang salah tempat itu semata-mata berperan sebagai penyela untuk menggantikan “eee… eee…” di sela-sela ujaran demi “melancarkan” ungkapannya. Mungkin saja ini kebiasaan si penutur, yang tahu bahwa “daripada” yang terkandung dalam ujarannya itu memang salah. “Daripada” jenis ini pernah mengalami surplus pada era orba :-)

    1. Ini yang harus diubah. Nggak boleh ada alasan apakah itu hanya dalam lisan atau tulisan. Mau dalam hal tulisan atau ucapan, sebaiknya tata bahasa harus benar.

      1. Idealisme dalam berbahasa itu baik, namun seyogianya kita menyadari bahwa kaidah baku tulis saja belum dibakukan secara jamak, dalam arti disepakati secara menyeluruh oleh para ahli bahasa Indonesia. Terlebih kaidah baku lisan, tampaknya masyarakat kita masih menganggap berbicara itu yang terpenting adalah tersampainya komunikasi, tidak terlalu mengindahkan kaidah bahasa yang baik dan benar. Jadi, memang untuk sekarang masih terkesan muluk berharap supaya setiap penutur bahasa kita taat asas, baik dalam ranah tulisan maupun lisan. Tetapi, bagaimanapun, dengan adanya semacam rubrik bahasa ini kita semua terus diingatkan perihal “kebenaran” yang diharapkan menjadi “kebakuan” kelak.

  3. Mana contoh: [Sebaliknya, ungkapan yang harusnya menggunakan “daripada” diganti dengan kata lain] ?

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.