Polisi

Bandung Mawardi*, Majalah Tempo, 16 Feb 2015

Ilustrasi: Okezone

Dulu, penduduk Betawi pernah memuji tokoh bernama Johan. Tulisan di Medan Prijaji edisi 25 Juni 1910 memberitakan peran polisi: “Wah, kapankah kitaorang pendoedoek Betawi dapetin lagi controleur polisie jang keren, gaga dan brani seperti toean Johan? Baek djoega kitaorang masi mempoenjai toean schout Hinne, kaloe tida, wah, laloeasalah pentjoeri pentjoeri mengganggoe keamanan tempat kitaorang Betawi, sedeng kitaorang ada dapet bantoean dari schout ini, tapi ia tida dapat bantoean malahan dapat halangan dari bebrapa temennja polisie, tida poen heran bebrapa pentjoerian selaloe masi ditjari pentjoerinja.”

Seabad silam, terbit Kitab Arti Logat Melajoe susunan D. Iken dan E. Harahap. Kitab lawas itu memuat istilah polisi, berarti “mata-mata, merinjoe, opas”. Polisi diambil dari bahasa Belanda: politie. Kaum bumiputra sudah akrab dengan sebutan polisi. Tugas polisi adalah menjaga ketertiban dan keamanan. Di Sinar Hindia edisi 26 Juni 1918, Marco Kartodikromo menyajikan puisi berjudul “Penoentoen”. Puisi itu berkisah tentang misi kaum pergerakan kebangsaan: Politie tentoe memboeka mata,/ Kepada penoentoen jang membela/ bangsa kita jang dibikin soesa,/ Oleh orang bangsanja raksasa.// Beranikah kamoe mendjalani?/ Mendjadi penoentoen jang sedjati?/ Jang tida takoet pada justicie?/ Dan tida mengkritik masoek boei? Tokoh polisi menjadi penting dalam kesuksesan atau kegagalan misi kaum pergerakan kebangsaan.

Tokoh opas dan polisi muncul dalam Hikajat Kadiroen (1920) garapan Semaoen. Opas adalah penjaga keamanan di rumah pejabat pribumi. Semaoen menulis: “Jang diseboet opas disini adalah seorang toea jang bernama Pigi. Ia soedah 33 tahoen bekerdja mendjadi opas Asisten Wedono Semongan.” Opas memiliki tuan, berkewajiban menuruti dan menjalankan perintah tuan. Tokoh polisi bernama Kadiroen, berusia 20 tahun, lulusan OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) Probolinggo. Kadiroen bekerja sebagai mantri polisi di Semongan. Tugas Kadiroen menangani aduan para pejabat dan warga mengenai ketertiban umum dan keamanan. Kita simak penceritaan Semaoen: “Djam tiga sore Mantri Polisi Kadiroen menerima pengadoean Soeket dengan ramah tamah. Selain itoe, ia segera mengadjak Soeket poelang oentoek melihat sendiri tempat kedjadian perkara dimana pentjoerian kerbaoe itu terdjadi.” Kadiroen digambarkan memiliki perawakan sedang, ganteng, berkulit hitam, dan bermata lebar. Kadiroen tampil sebagai sosok berwibawa.

Berita tentang peran polisi ditampilkan di surat kabar Api Semarang edisi 21 November 1925: “Saoedara Sadimin (Notohardjo) sopir motor di Djoewono, berhoeboeng dengan pendakwa’annja polisi ketika tanggal 8 November ’25 dipersalahkan memboenjikan klakson dalam kota dan lentera autonja mati, telah dihadapkan landrechter dan dipoetoes f 10,- atau 6 hari pendjara. Oleh karena ia ta’ poenja oeang lebih baik didjalani sadja masoek boei.” Berita itu mengandung arti bahwa polisi adalah penegak hukum dan mengurusi ketertiban di jalan.

Gambaran polisi di jalan muncul lagi dalam lagu anak-anak gubahan Ibu Soed berjudul “Boeng Polisi Pengatoer Laloe-Lintas” (1939). Lagu berlirik sederhana, gampang dimengerti oleh anak-anak: Lihatlah, hai kawan, boeng polisi kita/ Bekerdja dengan tangkas/ Mengatoer laloe-lintas/ Tengoklah tangannja diatjoengkannja/ Itoelah perintah jang tepat bagi rakjat. Di Indonesia pada 1930-an, tugas polisi adalah menjadikan para pengguna jalan merasa tenang dan selamat.

Berita, puisi, novel, dan lagu telah mengabarkan dan mengisahkan polisi. Tahun demi tahun berlalu. W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) mengartikan polisi sebagai “badan pemerintahan (sekelompok pegawai negeri) jang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum”. Sutan Muhammad Zain dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1952) memberi pengertian rinci perbedaan kedudukan: “opas berarti pegawai jang terendah”; “inspektur polisi berarti pegawai menengah”; “komisaris polisi berarti pegawai tinggi”. Zaman berubah. Apakah pengertian polisi dalam kamus-kamus ikut berubah?

Pemerintah mengeluarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988. Pengertian polisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hampir sama dengan pengertian dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952). Barangkali pengertian polisi bakal tetap meski ada gejala perkembangan makna dalam puisi, novel, cerpen, teater, dan film.

Mereka mungkin juga tak mau menggunakan berita-berita terbaru untuk melakukan perubahan pengertian. Barangkali keengganan melakukan perubahan berdalih stabilitas makna.

* Esais Dan Pengelola Jagat Abjad Solo

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.