Maklun

KOMPAS, 22 Jul 2011. Lie Charlie, Sarjana Tata Bahasa Indonesia

Melalui rubrik ”Redaksi Yth” Kompas edisi 7 Juli lalu, Anton M Moeliono, ahli bahasa yang bereputasi dan disegani, memberi pencerahan mengenai padanan kata outsource dan outsourcing. Terpilihlah kata sumberluar sebagai kata benda yang paling sesuai untuk memadani outsource, dibandingkan dengan alih daya yang tidak menyiratkan ”dari luar atau ke luar” atau aliheja ofsor. Sumberluar dijelaskan dapat diturunkan menjadi menyumberluarkan, disumberluarkan, dan penyumberluaran.

Pada kesempatan itu dijabarkan bahwa outsourcing berarti ’praktik menyubkontrak pekerjaan (manufaktur) kepada pihak di luar perusahaan’. Kata outsourcing memang pantas dicarikan jodohnya dalam bahasa Indonesia karena memang ada kebutuhan dalam komunikasi dunia usaha dewasa ini untuk mengungkapkan praktik tersebut yang semakin kerap terjadi.

Lanjutkan membaca “Maklun”

Bahkan, Justru, dan Malah

KOMPAS, 10 Jun 2011. Lie Charlie, Sarjana Tata Bahasa Indonesia

Kata bahkan, justru, dan malah dalam bahasa Indonesia tergolong kata sandang, kata yang memiliki fungsi tetapi tak punya arti. Ketiga kata itu berfungsi menghubungkan kalimat, maka disebut kata sandang penghubung. Ada sedikit beda fungsi antara kata yang satu dengan kata yang lain. Beda itu sangat tipis sehingga ada kalanya kita sulit dan salah memilih kata yang tepat di antara ketiganya.

Lanjutkan membaca “Bahkan, Justru, dan Malah”

Cukup dan Sangat

KOMPAS, 13 Mar 2011. Lie Charlie, Sarjana Tata Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung

Kata cukup sebetulnya tidak boleh dipakai untuk menerangkan kualitas kata yang berkonotasi kurang baik atau kurang positif. Kita tidak dapat menggunakan cukup bau, cukup jelek, atau cukup jahat, kecuali untuk melawak. Kombinasi cukup menjengkelkan, cukup menyedihkan, atau cukup menyusahkan pun kurang afdal, tetapi telanjur tenar terumbar oleh penutur bahasa Indonesia. Seyogianya korban tersinggung jika kondisinya dilaporkan ”cukup menyedihkan” sebab itu berarti ia pas-pasan saja untuk dikasihani.

Lanjutkan membaca “Cukup dan Sangat”

Tiruan Bunyi

Majalah Tempo, 6 Des 2010. Lie Charlie: Sarjana tata bahasa Indonesia lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung.

KRIIING…!

Bunyi telepon. Itu bunyi masa lalu. Kini telepon, terutama telepon seluler, bisa mengeluarkan banyak bunyi panggil lain, mulai nada lagu tertentu, orkestra, “Bang SMS”, bunyi tangisan bayi, hingga desahan orang sedang bercinta. Telepon yang cuma bisa “kring” sudah dianggap tak menarik.

Kriuuuk…! Tiruan bunyi ini konon melukiskan sesuatu yang renyah sedang dikunyah, umpamanya kerupuk, kudapan garing, atau biskuit. Memang tidak mungkin makan bakpao menghasilkan suara kriiiukkk! Perhatikan kombinasi vokal dan konsonan yang terjadi. Tiruan bunyi tidak memiliki pola suku kata teratur atau tertentu. Jadi, terserah kepada penulis untuk menuliskannya. Kombinasi lain bisa berbunyi: krrriuk, kriukkk, krriiuuk, atau kkkriuk. Tergantung bunyi tersebut ketika didengar penulis.

Lanjutkan membaca “Tiruan Bunyi”

Besi Berani

KOMPAS, 22 Okt 2010. Lie Charlie: Sarjana Tata Bahasa Indonesia, Tinggal di Bandung.

Dengan alasan praktis, hemat, dan getol berasing ria, kita berhasil menindas kata besi berani, kereta angin, atau mawar menjadi magnet, sepeda, atau ros. Ilmu hayat pun menjadi biologi dan ilmu bumi menjadi geografi. Anak-anak sekarang barangkali tak lagi pernah mendengar tentang seni suara atau tata buku, padahal sebutan mata pelajaran itu pernah ada. Anak-anak kini belajar musikologi dan akunting, istilah untuk pelajaran yang sama tetapi dianggap lebih keren.

Lanjutkan membaca “Besi Berani”

Menimbang Kata ‘Internasional’

Majalah Tempo, 23 Agu 2010. Lie Charlie: Sarjana tata bahasa Indonesia Universitas Padjadjaran, Bandung.

APA makna kata “internasional” yang sering dicantumkan dalam berbagai terminologi? Kini kita sering menemukan istilah “rumah sakit internasional”, “sekolah internasional”, dan yang terbaru, RSBI, yang merupakan singkatan dari “rintisan sekolah bertaraf internasional”.

Kini rumah sakit ikut-ikutan mengaplikasikan sebutan “internasional” di belakang namanya. Ini berarti rumah sakit tersebut mengklaim memiliki mutu pelayanan yang sama dengan rumah sakit di seluruh dunia dan menerima pasien dari berbagai bangsa. Lantas apa kelebihannya dibandingkan dengan rumah sakit yang tanpa menggunakan embel-embel “internasional”?

Lanjutkan membaca “Menimbang Kata ‘Internasional’”

Terkendala

Majalah Tempo, 19 Jul 2010. Lie Charlie: Sarjana Bahasa Indonesia.

Sumber: iStockphotoSIMAKLAH kata terkendala. Kata ini sering digunakan di berbagai media. Bisakah kita meletakkan awalan ter di depan kata kendala? Juga kata tersolusi, bisakah kita menggunakannya dalam sebuah kalimat, seperti yang kerap muncul? Pembentukan kata terkendala dan tersolusi sebetulnya kurang mengindahkan kaidah bahasa Indonesia. Awalan ter dalam bahasa Indonesia tidak lazim dilekatkan pada kata benda, kecuali dalam beberapa kasus turunan khusus. Kendala dan solusi sama-sama kata benda.

Lanjutkan membaca “Terkendala”

Sulitnya (Ujian) Bahasa Indonesia

Majalah Tempo, 21 Jun 2010. Lie Charlie: Sarjana tata bahasa Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung.

Para siswa-siswi sekolah menengah atas mengaku pelajaran bahasa Indonesia dalam ujian nasional 2010 adalah ujian yang paling sulit. Keluhan manja remajakah? Kita baru percaya saat menyadari bahwa bahasa Indonesia dapat diujikan dalam bentuk-bentuk soal sebagai berikut: 1. Contoh kata ulang dwilingga salin suara ialah: a. bebek-bebek, b. tanam-tanaman, c. gerak-gerik, d. gunung-gemunung, e. tuduh-menuduh. Coba pembaca menjawab pertanyaan tersebut. Tidak bisa? Bukankah hampir semua pembaca pandai berbahasa Indonesia dan lulus SMA?

Lanjutkan membaca “Sulitnya (Ujian) Bahasa Indonesia”

Presiden Tewas (?)

Pikiran Rakyat, 13 Jun 2010. Lie Charlie, sarjana tata bahasa Indonesia.

MEREKA yang sepanjang malam Minggu (10 April 2010) menikmati dugem (dunia gemerlap) dan ajojing sampai pagi (11 April 2010) serta kurang cermat membaca, pasti kaget bukan alang kepalang saat menatap berita utama “PR” pada Minggu (11/4), “Pesawat Presiden Jatuh”. Demi meyakinkan diri, Hanafi yang baru bangun pukul 11.00 siang meraih surat kabar lain. Selintas ia melirik judul surat kabar terbitan nasional hari itu, “Presiden Tewas Dalam Kecelakaan Pesawat”. Astaga, pikir Hanafi, “SBY tewas! Inna lilahi wa innailaihi rojiun…”

Semua orang yang tidak teliti bisa terkecoh dengan kabar buruk Minggu pagi dua bulan lalu itu. Sebab, bukankah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang dijadwalkan pulang ke tanah air dengan menumpang pesawat terbang pada hari Sabtu malam, 10 April 2010, setelah mengikuti KTT ASEAN Ke-16 di Hanoi, Vietnam? Jika terjadi apa-apa dengan “presiden”, pastilah sosok yang dimaksudkan benar-benar presiden kita.

Lanjutkan membaca “Presiden Tewas (?)”

Kehendak Kekasih Ketua

KOMPAS, 11 Juni 2010. Lie Charlie, Sarjana Tata Bahasa Indonesia.

Gue bangetLivain Lubis (almarhum), Dosen dan mantan Dekan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, mengatakan, bahasa Indonesia hanya mengenal tiga patah kata berawalan ke-: kehendak, kekasih, dan ketua. Berbeda dengan imbuhan ke-an, maka awalan ke- disebut kurang atau tidak produktif. Artinya, awalan ke- jarang sekali dipakai terhadap kata-kata lain, termasuk bentuk baru kata-kata bahasa Indonesia mutakhir.

Musim berganti, zaman berlalu. Belakangan terjadi interferensi yang semakin lama semakin kuat, teristimewa dari bahasa Betawi dan Jawa, mengguncang bahasa Indonesia sehingga muncullah kata-kata ”berawalan” ke- ecek-ecek dalam pertuturan kita. Contoh kasus ini cukup banyak. Sebutlah umpamanya: kebanting, keganggu, kemakan, kesenggol, atau ketukar.

Lanjutkan membaca “Kehendak Kekasih Ketua”